Menilik Peran LMKN, Wadah Musisi untuk Memperoleh Hak Royalti

Ilustrasi Musisi (Foto: Freepik)

Oleh : Erdiana (Analis Kekayaan Intelektual Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh)

KONFLIK antara pencipta lagu dan penyanyi belakangan ini kembali menjadi perbincangan yang hangat. Sebut saja salah satu kasus yang sedang viral baru-baru ini di media sosial yaitu sengketa pencipta lagu dan penyanyi yang terjadi antara Ahmad Dhani dan Once Mekel dimana Ahmad Dhani melarang Once membawakan lagu-lagu yang diciptakannya dari Dewa 19 tanpa izin tertulis dengan alasan terkait masalah royalti yang tidak lancar.

Salah satu seniman Aceh, Moehammaddyah Husen (Cek Medya) juga menyatakan keresahannya melalui salah satu media sosial karena tidak mendapatkan keadilan dari pembagian royalti yang di dapat dari lagu ciptaan nya dan berharap pemerintah melalui Dinas Pariwisata Aceh memberi dukungan terhadap para seniman di Aceh.

Ditambah lagi, saat ini kehadiran platform pemutar lagu atau musik digital di jagad media sosial kian menjamur namun belum diimbangi dengan kebijakan tegas yang dapat melindungi pencipta lagu dan karya nya, sehingga berdampak memperparah ‘ketidakadilan’ yang dikeluhkan oleh para pencipta lagu.

Tidak sedikit juga yang melagukan ulang atau meng-cover lagu yang boleh di bilang dibawakan dengan lebih segar dan enak di dengar lalu di upload di media sosial bahkan menjadi lebih hits dari lagu asli nya, dan pencipta tidak mendapatkan kesejahteraan apa-apa, sementara di sisi lain malah menguntungkan bagi penyanyi cover tersebut.

Untuk mengantisipasi kondisi ini, tentunya Pencipta lagu atau musisi hendaknya mempelajari dan dituntut mengerti hukum yang mengatur tentang hak cipta dalam industri musik dan lagu supaya karya mereka mendapatkan kepastian hukum, dilindungi dan dihargai sebagaimana mestinya serta tidak terjadi penyelewengan terhadap karya ciptaan mereka. Lantas, apa yang dilakukan pemerintah selaku pembuat kebijakan untuk mengatasi hal ini?

Payung Hukum Dan Dukungan Pemerintah

Pemerintah telah menetapkan regulasi sebagai pedoman dan payung hukum terkait hak cipta agar karya cipta dan kreativitas pelaku seni mendapatkan perlindungan hukum yang berkepastian. Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Baca Juga:   Kemenag dan BWI Perkuat Ekosistem Wakaf di Aceh

Ciptaan menurut undang-undang ini adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Sementara itu, royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait yang diterima oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait.

Perlindungan hak cipta yang dijamin undang-undang untuk kategori buku, lagu/ musik, seni rupa, tari, drama, peta, seni motif dan karya-karya sejenisnya seumur hidup di tambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.

Undang-Undang Hak Cipta telah mengamanahkan didirikannya sebuah lembaga bantu pemerintah non APBN yang di bentuk oleh negara untuk menangani pengumpulan royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik di Indonesia yaitu Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

LMKN ini mempunyai kewenangan untuk mengoleksi (mengumpulkan) royalti penggunaan karya cipta lagu dan musik dari para pengguna komersial dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dan mendistribusikan kepada para Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/ atau Pemilik Hak Terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Pencipta memiliki Hak moral dan Hak ekonomi atas ciptaannya. Selain Hak Cipta terdapat juga Hak terkait yaitu Hak ekslusif yang meliputi Hak moral Pelaku Pertunjukan, Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan dan Hak ekonomi Produser Fonogram.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/ Atau Musik juga menyebutkan bahwa LMKN mempunyai tugas dan kewenangan untuk menyelenggarakan pengelolaan royalti lagu dan/ atau musik serta menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti pengguna yang bersifat komersial.

Terdapat 14 layanan publik yang bersifat komersial yang berkewajiban membayar royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan/ atau Pemilik Hak Terkait melalui LMKN sebagaimana yang tertera dalam regulasi UU Hak Cipta Pasal 3 ayat 2 adalah seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam dan diskotek, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api dan kapal laut, pameran dan bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel dan fasilitas hotel serta usaha karaoke.

Baca Juga:   Gerhana Bulan Diprediksi Terjadi 29 Oktober, Kemenag Aceh Ajak Warga Salat Khusuf 

Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN sebagaimana aturan yang berlaku.

Dalam menjalankan tugas nya, LMKN mempunyai fungsi untuk melakukan Pengelolaan Royalti, menyusun kode etik LMK di bidang lagu dan/atau musik, menyampaikan rekomendasi kepada Menteri terkait dengan perizinan LMK di bidang lagu dan/atau musik yang berada di bawah koordinasinya, menyusun standar operasional prosedur terkait Pengelolaan Royalti, menetapkan sistem dan tata cara penghitungan pembayaran Royalti oleh pengguna kepada LMK, menetapkan tata cara pendistribusian Royalti dan besaran Royalti untuk Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait, melakukan sinkronisasi dan pembersihan data pemilik hak, melaksanakan mediasi atas sengketa pendistribusian Royalti oleh LMK jika terdapat keberatan dari anggota LMK dan menyampaikan laporan kinerja dan laporan keuangan kepada Menteri yang ditembuskan kepada LMK dan pengawas.

Sedangkan terkait besaran tarif royalti musik dan lagu diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor HKI.2.OT.03.01-02 tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan / atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu.

Musisi/Pelaku Seni Harus Mendaftar sebagai Anggota LMK

Untuk mendapatkan bagian dari royalti yang di dapatkan dari pemakaian lagu dibawah pengelolaan LMKN yang didistribusikan melalui LMK setiap satu tahun sekali, para pencipta lagu harus mendaftar terlebih dahulu sebagai anggota pada salah satu LMK resmi yang ada di bawah naungan LMKN. Menurut Undang-Undang Hak Cipta, ada dua jenis LMK yaitu LMK untuk kepentingan Pencipta dan LMK Pemilik Hak terkait.

Salah satu Komisioner LMKN Hak Terkait, Yessi Kurniawan menyebutkan bahwa saat ini terdapat 15 LMK yang telah mengantongi izin operasional yang mengurusi royalti bidang musik dan lagu yaitu Karya Cipta Indonesia (KCI), Royalti Anugrah Indonesia (RAI), Wahana Musik Indonesia (WAMI), Anugrah Royalti Musik Indonesia (ARMINDO), Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI), Anugrah Royalty Dangdut Indonesia (ARDI), Perlindungan Hak Penyanyi dan Pemusik Rekaman Indonesia (PAPPRI), Star Musik Indonesia (SMI), LMK Penyanyi Profesional Indonesia Timur (Prointim), Pencipta Lagu Rekaman Indonesia Nusantara (PELARI), Performers Rights Society of Indonesia (Prisindo), SNI dan 3 LMK Musik Tradisi yaitu Citra Nusa Swara, Langgam Kreasi Budaya dan Pro Karindo Utama.

Baca Juga:   7 Nama Komisioner KIP Aceh Diserahkan ke KPU

Para musisi atau seniman di beri kebebasan dalam memilih, menentukan dan mendaftarkan diri sebagai anggota dari salah satu LMK tersebut sesuai dengan keinginan dan tingkat kepercayaan masing-masing. Hal ini disampaikan nya di salah satu kegiatan terkait konsultasi kekayaan intelektual yang digelar di Medan awal Oktober 2024 lalu dan turut dihadiri oleh beberapa pelaku seni, perwakilan dari dinas kebudayaan & pariwisata, praktisi, akademisi serta perwakilan pegawai di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM di wilayah Sumatra.

Dengan mendaftar dan menjadi anggota LMK, diharapkan karya musisi dan para seniman ini mendapatkan royalti atas ciptaan mereka secara adil, transparan dan akuntabel sesuai aturan yang berlaku. Meskipun telah mempunyai payung hukum, kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya perlindungan kekayaan intelektual secara umum masih kurang.

Sangat diperlukan peran aktif dari pemerintah daerah, LMK dan lembaga terkait lainnya untuk terus memberikan sosialisasi dan edukasi khususnya kepada para musisi dan pelaku seni sehingga hak cipta mereka terlindungi. Dengan adanya kepastian hukum akan memberi rasa aman untuk para pelaku seni sehingga semakin semangat dalam berinovasi dan berkreativitas tanpa perlu khawatir karya mereka akan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dan hak nya sebagai pencipta dilanggar.