Kisah Arnia Anak Buruh Tani Aceh yang Berhasil Masuk Teknik Nuklir UGM

Arnia Fatmawati Mirsanda
Foto: ugm.ac.id

Jakarta – Arnia Fatmawati Mirsanda (17) terlihat bahagia saat selesai mengikuti rangkaian pembukaan PIONIR Gadjah Mada di hari pertama di lapangan Pancasila, Senin (29/7). Mengenakan jas almamater, Nia, biasa ia dipanggil, tampak bangga menceritakan kegiatannya di hari pertama sebagai mahasiswa baru Program Studi Teknik Nuklir, Fakultas Teknik UGM.

Dikutip dari situs ugm.ac.id, Nia menjadi salah satu dari 10.678 mahasiswa baru yang diterima di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2024 dan wajib mengikuti kegiatan PIONIR sebelum kegiatan perkuliahan dimulai.

PIONIR Gadjah Mada merupakan kegiatan pembelajaran, pengenalan, penggalian potensi, dan orientasi untuk mendidik calon pemimpin muda yang memiliki visi seiring dengan nilai-nilai ke-UGM-an, dan akan berlangsung hingga 3 Agustus nanti.

Nia merupakan anak buruh tani yang tinggal di Desa Lhang, Kecamatan Setia, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Ayahnya, Arman (45), hanyalah tamatan SMP yang bekerja sebagai buruh tani harian lepas yang menggarap lahan sawah orang lain. Sedangkan ibunya, Muasiah (43), adalah Ibu Rumah Tangga yang terkadang membantu suaminya jika ada panggilan kerja.

Baca Juga:   Pelajar SMA di Aceh Wajib Baca Al-Qur'an Sebelum Belajar

“Penghasilan tiap bulan tidak menentu, terkadang 700ribu, bisa sampai satu juta kalau sedang banyak yang butuh tenaga buruh,” ujar Arman.

Untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, terkadang Arman juga bekerja sebagai buruh bangunan jika sedang tidak pergi ke ladang. Dari pekerjaan tidak tetap inilah, Arman memenuhi kebutuhan sekolah bagi kedua anaknya. Beruntung bagi Arman, Nia anak sulungnya memiliki prestasi akademik dan non-akademik yang baik di sekolah.

Selain pernah menjabat sebagai Ketua OSIS, Nia juga pernah terpilih menjadi Duta Pelajar Kamtibmas se-Kabupaten Aceh Barat Daya, serta menjuarai Lomba Desain Poster FLS2N tingkat Kabupaten. “Tadinya saya tidak yakin kalau Nia bisa kuliah di UGM. Selain keterbatasan ekonomi, saya tidak bisa membayangkan kalau dia merantau ke Pulau Jawa sendirian. Kami tidak punya sanak saudara dan kenalan di Jogja,” ungkap Arman.

Kini, dengan adanya kepastian beasiswa, Arman pun mulai melunak. Dia mendoakan Arnia bisa menjalani kuliah dengan baik dan lulus tepat waktu. Ia pun mengikuti kegiatan Temu Orang Tua Mahasiswa Baru Program Sarjana dan Sarjana Terapan Tahun Akademik 2024/2025 di Grha Sabha Pramana pada Senin (29/7) kemarin. “Ternyata ada banyak mahasiswa baru yang dapat beasiswa seperti Nia. Terima kasih UGM sudah memberikan kesempatan ke anak-anak tidak mampu ini untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” ucapnya penuh syukur.

Baca Juga:   Syech Fadhil: Konflik Adalah Fase Terpahit dalam Sejarah Aceh

Sama seperti mahasiswa penerima Uang Kuliah Tunggal Pendidikan Unggul bersubsidi 100% (UKT 0) lainnya, Nia, lulusan SMA Negeri 1 Aceh Barat Daya ini akan dibebaskan dari biaya pendidikan selama kuliah. Nia diterima di Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Nuklir melalui jalur Seleksi Nasional Berdasar Prestasi (SNBP). “Masih tidak menyangka bisa diterima di UGM, apalagi SMA saya dulu bukan termasuk jajaran top 1000 sekolah terbaik di Indonesia,” ucapnya riang.

Memiliki keinginan untuk merubah nasib keluarga, pilihannya ke UGM tidaklah mudah karena harus melalui perdebatan dengan sang ayah tercinta. “Karena ayah tidak mau saya putus kuliah di tengah jalan, ayah lebih memilih saya kuliah di Aceh saja,” dia bercerita.

Baca Juga:   Hati-hati! 116 Orang di Aceh Tewas Akibat Kecelakaan Selama 2 Bulan

Beasiswa yang ia peroleh semakin mengobarkan semangatnya untuk lulus kuliah tepat waktu, meskipun kuliah di Teknik Nuklir terhitung anti-mainstream bagi sebagian orang awam. “Banyak yang berpikir kalau nuklir itu tidak baik, padahal penggunaan teknologi nuklir itu luas sekali, mulai dari pembangkit daya, radiasi dalam dunia industri, hingga radiologi klinik untuk diagnosa medis,” tutur Nia.

Keinginannya untuk memperdalam ilmu nuklir dikarenakan hobi membaca yang ia tekuni semenjak sekolah dasar dan ia mulai terpapar dengan banyak informasi terkait nuklir semenjak SMA. Arnia Fatmawati Mirsanda pun berdoa agar bisa bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) atau industri lain yang terkait dengan teknik nuklir untuk memajukan teknologi nuklir di Indonesia.