Kadis PUPR Banda Aceh Ditangkap

Kadis PUPR ditangkap
Foto: istimewa

Banda Aceh – Kadis PUPR Kota Banda Aceh, MY ditangkap personel Satreskrim Polresta Banda Aceh. MY ditetapkan sebagai tersangka pengadaan lahan zikir Nurul Arafah Islamic Center di Ulee Lheue.

“Dia kita tangkap dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan lahan zikir Nurul Arafah, di mana pada saat itu yang bersangkutan menjabat sebagai PPATK sekaligus Kabid Pembangunan di Dinas PUPR,” kata Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh Kompol Fadillah Aditya Pratama kepada wartawan, Senin (7/8/2023).

Menurutnya, MY diduga tidak memverifikasi dengan jelas aliran dana pembayaran. Selain itu, dinas juga mentransfer pembayaran ke rekening pribadi kepala desa dan kepala urusan pemerintahan.

Baca juga: 4 Penambang Ilegal di Pidie Ditangkap

Kepala Desa Ulee Lheue DA dan Kaur Desa SH sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka. Menurutnya, penangkapan MY berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup.

Baca Juga:   50 Ucapan Selamat Lebaran Idul Fitri Simple dan Penuh Makna

“MY ditetapkan sebagai tersangka,” jelasnya.

Diketahui, saat gelar perkara juga ditemukan beberapa fakta adanya dugaan korupsi dalam pengadaan lahan zikir dengan nilai total pagu anggaran sebesar Rp5,1 miliar lebih (tahun 2018 senilai Rp 3,2 miliar lebih dan tahun 2019 senilai Rp1,8 miliar lebih) tersebut.

Pada tahun 2018, lahan telah diukur pihak BPN Kota Banda Aceh sesuai pengukuran bidang rincikan yang dikeluarkan pada bulan Mei 2018. Kemudian, pihak Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) juga menilai harga setiap tanah yang hasilnya dikeluarkan pada Agustus 2018.

Baca juga : 4 Penambang Ilegal di Pidie Ditangkap

“Setelah adanya hasil pengukuran dan penilaian harga dari 14 persil tanah yang ada, pihak Dinas PUPR Kota Banda Aceh telah membayar sembilan persil tanah dengan total Rp 4 miliar lebih (lima persil tahun 2018 dibayar sebesar Rp 3,1 miliar lebih dan empat persil tahun 2019 dibayar Rp799 juta lebih),” ungkapnya.

Baca Juga:   Pengurus PW Pemuda Muhammadiyah Aceh 2023-2027 Resmi Dikukuhkan

Sembilan persil tanah itu terindikasi penyimpangan, dimana tiga persil diantaranya yakni tanah Pasar Batu Cincin, tanah gampong dan tanah salah satu warga. Dua tanah diantaranya menggunakan alas hak berupa Surat Keterangan Tanah Milik Gampong (SKT) dan satu lainnya mengunakan alas hak sporadik.

“Saat proses pembayaran tanah pihak keuchik tidak melampirkan rekening kas gampong, melainkan rekening pribadi. Pihak dinas pun tidak memverifikasi secara mendetail sehinggga dana pembebasan lahan itu masuk ke rekening pribadi, padahal sesuai aturan harusnya masuk ke kas gampong,” bebernya.

Dari hasil audit pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, lanjutnya, diketahui bahwa terdapat kerugian negara sebesar Rp1 miliar lebih.

Baca Juga:   ASN Kemenag Aceh Besar Kumpulkan Rp 101 Juta Untuk Palestina

“Kami akan lengkapi bukti lainnya yang berkaitan dengan tersangka lain, termasuk memeriksa tersangka dan melengkapi berkas perkaranya. Untuk tersangka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 8 Jo Pasal 18 ayat (1) dan (2) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata Fadhil, Rabu (21/8).